• Ea eam labores imperdiet, apeirian democritum ei nam, doming neglegentur ad vis. Ne malorum ceteros feugait quo, ius ea liber offendit placerat, est habemus aliquyam legendos id.
  • Ea eam labores imperdiet, apeirian democritum ei nam, doming neglegentur ad vis. Ne malorum ceteros feugait quo, ius ea liber offendit placerat, est habemus aliquyam legendos id.
  • Ea eam labores imperdiet, apeirian democritum ei nam, doming neglegentur ad vis. Ne malorum ceteros feugait quo, ius ea liber offendit placerat, est habemus aliquyam legendos id.

0 Pertumbuhan Anakan Kuda Laut

Saturday Labels: , ,
PENGARUH PEMBERIAN NAUPLI ARTEMIA YANG DIPERKAYA SQUALENE DENGAN DOSIS BERBEDA TERHADAP KELULUSHIDUPAN DAN PERTUMBUHAN ANAKAN KUDA LAUT (Hippocampus kuda)

LIMIN SANTOSO

Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian - Universitas Lampung

ABSTRACT

A feeding experiment was conducted to determine the optimal dose of growth and survival rate for sea horse juveniles (initial average weight 0.074 g, initial average body length 18 mm and old 16 days). Completely randomized design with five treatments and three replications were use: A(control), B(naupli artemia + squalene 0,3 g/l), C(naupli artemia + squalene 0,6 g/l), D(naupli artemia + squalene 0,9 g/l), E(naupli artemia + squalene 1,2 g/l). The results showed that the growth and survival rate of the juvenile sea horse content increased. There was significant differences (P<0.01)>

Keywords: sea horse juvenile, different dose, enriched by squalene (source)
Read more

0 Biologi Populasi Ikan Beronang Lingkis

Labels: ,
BIOLOGI POPULASI IKAN BARONANG LINGKIS (S. canaliculatus)
DI PERAIRAN KECAMATAN BUA KABUPATEN LUWU

Jalil, Achmar Mallawa dan Syamsu Alam Ali
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin

ABSTRACT

The result showed that the rabbit fish in Bua Sub district Waters could be divided into 4 age groups with different growth parameters : L∞ = 281,55 mm, K = 0,061 in three months, and t0 = 0,71 in three months. The natural Mortality rate was greater than that of fishing mortality. The exploitation rate had exceeded its optimum limit. The correlation between the exploitation rate and population structure had shown a significant different between the caught. The condition of the coral reefs had also been damaged at certain depth.

Key words: Biology, population, rabbit fish, and coral reefs.
Read more

0 Peran Ekologis & Sosial Ekonomi Hutan Mangrove

Labels: , ,
PERANAN EKOLOGIS DAN SOSIAL EKONOMIS HUTAN MANGROVE
DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN WILAYAH PESISIR1)

Oleh:

Chairil Anwar dan Hendra Gunawan

ABSTRAK

Ekosistem hutan mangrove memiliki fungsi ekologis, ekonomis dan sosial yang penting dalam pembangunan, khususnya di wilayah pesisir. Meskipun demikian, kondisi hutan mangrove di Indonesia terus mengalami kerusakan dan pengurangan luas dengan kecepatan kerusakan mencapai 530.000 ha/tahun. Sementara laju penambahan luas areal rehabilitasi mangrove yang dapat terealisasi masih jauh lebih lambat dibandingkan dengan laju kerusakannya, yaitu hanya sekitar 1.973 ha/tahun. Demikian juga kondisi hutan mangrove di Sumatera Barat hanya 4,7% yang baik, sementara 95,3% dalam keadaan rusak. Oleh karena itu, perlu dilakukan berbagai upaya untuk memulihkan kembali hutan mangrove yang rusak agar dapat kembali memberikan fungsinya bagi kesejahteraan manusia dan mendukung pembangunan wilayah pesisir. Peningkatan kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang arti penting keberadaan mangrove dalam mendukung kehidupan perekonomian masyarakat pesisir perlu terus digalakkan. Pengikutsertaan masyarakat dalam upaya rehabilitasi dan pengelolaan mangrove dapat menjadi kunci keberhasilan pelestarian mangrove. Upaya ini harus disertai dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat, misalnya melalui kegiatan silvofishery, pemanenan (seperti: kayu, nira nipah, kepiting bakau, kerang bakau, dan lain-lain) secara lestari serta pengembangan wisata. Isu tsunami dapat menjadi pemicu untuk menggalakkan kembali rehabilitasi hutan mangrove yang rusak di pantai barat Sumatera dalam rangka meredam efek merusak dari tsunami, mengingat pantai barat Sumatera merupakan jalur gempa yang berpotensi menimbulkan tsunami.

Kata kunci: Mangrove, pesisir, rehabilitasi, silvofishery
Read more

0 Penentuan Kawasan Pariwisata Bahari

Friday Labels: , , ,
PENENTUAN KAWASAN PARIWISATA BAHARI DAN PANTAI DENGAN ANALISIS SPASIAL CITRA SATELIT DI KABUPATEN WAROPEN - PAPUA

Oleh:

Chaterina A. Paulus1), Vincent P. Siregar2) & Setyo Budi Susilo2)

1) Mahasiswa Sekolah Pascasarjana IPB
2) Departemen Ilmu & Teknologi Kelautan FPIK, IPB


RINGKASAN

Penentuan kawasan untuk kegiatan pariwisata bahari dan pantai dengan perangkat SIG telah banyak dilakukan pada data spasial berbasis vektor, namun pada penelitian ini dilakukan pada data raster. Analisis spasial pada data raster merupakan dasar dari metode Cell Based Modeling – SIG, yang dapat digunakan sebagai penentuan kawasan optimum (Suitability Modeling). Keunggulan lain dari metode Cell Based Modeling adalah struktur data raster yang lebih sederhana sehingga kompatibel dengan data satelit yang memiliki variabilitas spasial dan akurasi yang tinggi dalam mempresentasikan kawasan yang sesuai. Hal ini penting mengingat luasan cakupan wilayah pesisir Kabupaten Waropen sebagai lokasi penelitian dan beragamnya karakter bio-geo-fisik dan ekosistem pesisir dan laut yang dikaji, dan untuk pemetaan detail kawasan pariwisata sebagai pertimbangan efektifitas penelitian.

Tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah melakukan pengkajian potensi sumberdaya pesisir, melakukan analisis secara spasial dengan menginterpretasi Citra Landsat ETM/7 untuk mengetahui secara detail komponen bioekologis Kabupaten Waropen sebagai kawasan wisata berbasis ekowisata bahari dan pantai, serta melakukan analisis daya dukung kawasan dan pemanfaatan berdasarkan kesesuaian parameter biofisik perairan untuk prospek pengembangan kawasan wisata.

Proses overlay SIG dibuat berdasarkan basis data yang ada dengan memakai metode Cell Based Modeling (CBM). Uji ketelitian klasifikasi dilakukan terhadap substrat dasar perairan untuk menentukan kualitas informasi yang berasal dari data penginderaan jauh. Sedangkan analisis lanjutan diperlukan sebagai upaya untuk menggambarkan potensi dari daya dukung kawasan dan daya dukung pemanfaatan. Hasil dari analisis daya dukung kawasan dan pemanfaatan dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk penempatan jenis kegiatan pariwisata bahari dan pantai pada lokasi yang tepat untuk peruntukkan jenis kegiatan pariwisata yang ada.

Dari hasil penelitian yang diperoleh, potensi sumberdaya pesisir Kabupaten Waropen adalah ekosistem terumbu karang dan mangrove. Ekosistem terumbu karang terdapat di wilayah pesisir Pulau Nau, sedangkan ekosistem mangrove di Kabupaten Waropen (main land). Daerah yang sangat sesuai untuk wisata selam terlihat dominan pada bagian selatan (Tg. Namai) dan sedikit menyebar pada bagian utara (Tg. Yansanaif) mempunyai luas sebesar 16,92 Ha. Kawasan sangat sesuai untuk wisata selam dengan luas daerah yang dimanfaatkan 169.200 m2 mempunyai potensi ekologis 1353 pengunjung, dimana kawasan ini mempunyai daya dukung pemanfaatan 135 pengunjung per hari.

Daerah yang sangat sesuai untuk wisata snorkling terlihat dominan pada bagian selatan (Tg. Namai) dan sedikit menyebar pada bagian utara (Tg. Yansanaif) mempunyai luas sebesar 25,47 Ha. Wisata snorkling mempunyai luas area yang dimanfaatkan 254.700 m2 oleh jumlah maksimum 2037 pengunjung, dengan daya dukung pemanfaatan 204 pengunjung per hari.

Lahan yang sangat sesuai untuk wisata mangrove terlihat dominan pada daerah pesisir Kabupaten waropen dan Desa Epawa mempunyai luas sebesar 1590,21 Ha. Pariwisata pantai kategori wisata mangrove memiliki potensi ekologis 1.272.168 pengunjung dalam luasan area yang dimanfaatkan sebesar 15.902.100 m2 dengan daya dukung pemanfaatan untuk pengembangan wisata mangrove sebesar 127.217 pengunjung.

Pariwisata bahari kategori wisata selam untuk kawasan sesuai mempunyai luas area yang dapat dimanfaatkan sebesar 85.500 m2 dengan jumlah maksimum pengunjung 684 dan 68 pengunjung yang diizinkan untuk kawasan wisata selam. Sedangkan kawasan sesuai untuk wisata snorkling adalah 108.900 m2 dan daya dukung pemanfaatan untuk wisata snorkling ini sebesar 87 pengunjung. Pariwisata pantai kategori wisata mangrove yang sesuai, mempunyai luasan area pemanfaatan 19.655.100 m2 untuk jumlah maksimum 1.572.408 pengunjung. Daya dukung pemanfaatan untuk wisata mangrove pada kawasan sesuai yang diizinkan sebesar 157.241 pengunjung.

Kata kunci : pariwisata bahari, cell based modeling, waropen, daya dukung. (download.pdf files)
Read more

0 Komunitas Moluska di Perairan Pulau Naira

Labels: , , , , ,
KOMUNITAS MOLUSKA DI PERAIRAN PULAU NAIRA
KECAMATAN BANDA, MALUKU TENGAH1)

Oleh :

Johny Dobo2) dan Safar Dody3)


e-mail: johnydobo@bandanaira.co.cc

ABSTRAK

Penelitian mengenai komunitas moluska di perairan Pulau Naira, Kecamatan Banda telah dilakukan sejak bulan Juni – Agustus 2005 dengan tujuan untuk menginventarisasi jumlah dan mengetahui status diversitas moluska di sekitar perairan tersebut. Pengamatan komunitas moluska dilakukan pada tiga stasiun pengamatan dengan metode transek kuadrat. Analisis data dilakukan berdasarkan petunjuk Ludwig and Reynold (1988).

Dari 69 petak kuadrat yang digunakan, telah dikoleksi 392 individu moluska yang terdiri atas 59 jenis dan berasal dari 22 famili yang mewakili kelas gastropoda (42 jenis dari 14 famili) dan kelas bivalvia (17 jenis dari 8 famili). Berdasarkan stasiun pengamatan, jumlah jenis moluska terbanyak ditemukan pada lokasi stasiun III (31 jenis), kemudian stasiun I (28 jenis) dan yang paling sedikit pada stasiun II (28 jenis). Rata-rata nilai kepadatan komunitas moluska antar stasiun pengamatan adalah 6.769 ind/m2 (stasiun I), 4.077 ind/m2 (stasiun II), dan 4.231 ind/m2 (stasiun III).

Hasil penghitungan nilai indeks keanekaragaman (diversity) dan indeks keseimbangan (eveness) menunjukkan bahwa komunitas moluska pada lokasi penelitian menunjukkan keanekaragaman yang tinggi, terutama pada stasiun III, dengan penyebaran jenis antar stasiun yang beragam dan menunjukkan adanya keadaan komunitas moluska nyaman dan stabil.

Kata kunci : komunitas, bivalvia, gastropoda, Banda Naira

___________________
1) Makalah dibawakan pada Seminar Nasional Perikanan Indonesia
Di STP Jakarta, 4-5 Desember 2008
2) Sekolah Tinggi Perikanan Hatta Sjahrir Banda Naira, Maluku
3) Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, Jakarta (download pdf files)
Read more

0 Distribusi Spasial Ikan Beronang

DISTRIBUSI SPASIAL IKAN BERONANG (Siganus canaliculatus)
DI PADANG LAMUN SELAT LONTHOIR,
KEPULAUAN BANDA, MALUKU1)


MUNIRA2), SULISTIONO3) & ZAIRION3)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi spasial ikan beronang pada tiga daerah segmentasi lamun di Selat Lonthoir yang dilakukan sejak bulan Juli sampai Desember 2009. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kerapatan rata-rata jenis lamun di ketiga stasiun berkisar antara 7.48 hingga 235.50 teg/m2 dengan kerapatan jenis tertinggi adalah Cymodocea rotundata di stasiun 1 dan 2 serta Thallasia hempricii di stasiun 3. Kelimpahan ikan tertinggi ditemui pada stasiun 1 dan yang terendah adalah stasiun 2. Uji non parametrik Kruskal-Wallis Test terhadap kelimpahan ikan beronang baik pada ikan jantan maupun betina di ketiga stasiun menunjukkan bahwa distribusi kelimpahannya tidak berbeda nyata. Analisis Faktorial Koresponden yang diverifikasi dengan Analysis Cluster memperlihatkan adanya dua kelompok habitat. Kelompok pertama adalah stasiun 1 dan Kelompok kedua terdiri dari stasiun 2 dan 3.

Kata kunci: distribusi spasial, ikan beronang, padang lamun, Selat Lonthoir

----------------------
1) Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Ikan VI & Kongres Masyarakat Iktiologi Indonesia III di Cibinong-Jabar, 8-9 JUni 2010
2) Sekolah Tinggi Perikanan Hatta-Sjahrir Banda Naira
3) Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK IPB
(download fulltext.pdf)
Read more
 
REFERENSI ILMIAH WILAYAH PESISIR & LAUT © 2010 | Designed by Blogger Hacks | Blogger Template by ColorizeTemplates